GRAND HOTEL PREANGER
Bandung tempo dulu merupakan pesanggrahan sejak tahun 1825. Dusun Bandung menjadi persinggahan bala tentara dan pejabat Belanda dari Batavia menuju Semarang.
Rencana pemindahan ibu kota Keresidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung (1856), menjadi pemicu berkembanganya dusun Bandung yang kala itu masih kota pegunungan nan mungil (een klein berg kotta). Melihat prospek yang makin menjanjikan! Pasangan C. P. E. Loheyde membangun herberg sederhananya. Menjadi hotel dilengkapi toko bernama thiem, di sudut simpang grootepostweg (persimpangan jalan Asia Afrika dan jalan Tamblong) dengan bangunan bergaya indische empire stijl yang banyak diminati saat itu. Setelah resmi menjadi ibu kota kresidenan Priangan (1867) juga berlakunya undang-undang Agraria baru yang membuka tatar priangan menjadi perkebunan. Kota Bandung menjadi tempat berakhir pekan. Masuk awal abad ke-20, kesulitan keuangan mendera pasangan Loheyde. hotel dan toko Thiem akhirnya berpindah tangan ke pada pasangan W. H. C van Detercom, yang kemudian merubah nama hotelnya menjadi Grand preangger di tahun 1897. dan banyak mengalami kemajuan, apalagi jalur kereta api Batavia-Bandung menuju Surabaya selesai di bangun (1896). Di tambah banyak acara-acara menarik yang di gelar, seperti konferensi, event olahraga, balap kuda, bursa tahunan (Ibloem carso).
Di tahun 1918, gagasan pemindahan Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung, di terima pemerintahan Kolonial. Sejak saat itu berbondong-bondonglah para pejabat pemerintah sipil dan militer ke Bandung, dan hotel Grand Preangger menjadi tempat penginapan mereka sementara. Akibatnya pengelola hotel merasa kewalahan, karena banyak tamu yang tidak tertampung. Untuk mencukupi kamar hotelnya Van Detercom meminta arsitek Prof. wolf Schoemaker, untuk memodernisasi bangunan hotel yang masih bergaya Indische Empire Stijl. Tahun 1929, seluruh komplek bangunan Grand Hotel Preanger selesai di bangun dengan arsitektur fungsional bermotif art deco tahun 20-an, yang menjadi landmark kota Bandung tempo itu. Disinilah terpahat karya besar Soekarno (Presiden RI I) yang menjadi asisten Prof. Scoemaker, gurunya di Technische Hoogeschool.
Grand hotel Preanger pun menjadi persinggahan tamu terkemuka (VIP) dari kalangan kepala Negara hingga pesohor dunia. Seperti raja dan ratu dari Siam, pasangan putra mahkota kerajaan Belgia, Sultan Solo Mangkunegaraan, Gubernur Jenderal Indo China dan banyak kepala Negara lainnya.
Menjelang pecahnya PD II, suasana perang telah terasa di kawasan Eropa maupun Timur jauh,. Sebuah pasukan pimpinan Admiral lord Mounbatten di tempatkan di belakang kompleks Grand Hotel Preanger sekaligus berfungsi sebagai instalasi komunikasi militer yang sensitif lengkap dengan jaringan kamuplase hijaunya. Sekeliling hotel pun dilindungi kubu pertahanan berupa tumpukan karung pasir.
Pasukan sekutu menyerah pada Jepang, pada tanggal 10 Maret 1942 di Kalijati Subang. Tiga setengah tahun masa pendudukan Jepang, tentara sekutu kembali menduduki Indonesia. Hotel ini dijadikan markas tentara sekutu dan sering menjadi sasaran pertempuran, karena itu banyak mengalami kerusakan. Setahun setelah peristiwa “Bandung Lautan Api” semua bangunan yang rusak telah di perbaiki, sehingga saat penyerahan kedaulatan RI pada bulan Desember 1949, kota Bandung dalam keadaan baik dan utuh.
Tahun 1954, Bandung tengah sibuk menyiapkan KAA, dan Bung Karno menginap dalam rangka memeriksa kesiapan KAA, sekaligus ajang nostalgia. Di hotel inilah menginap para pimpinan Timur Tengah, seperti Presiden Mesir, Gamal Abdul Naser dan raja Faisal dari Arab Saudi. Selain KAA di hotel ini pernah berlangsung Konferensi Internasional, seperti : Konferensi pabrik gula (1896), Konferensi Kina (1910-1930), Kongres Serikat Islam (1916), Konferensi Tehinternasional (1924), Fourth Pacipik Science Congress (1929), KAA (1955) dan Konferensi Islam Asia-Afrika I (1965).
Tahun 1987, Grand Hotel Preanger diambil alih PT Aerowisata dan merevitalisasi hotel, dengan merenovasi 48 kamar executive menjadi 46 kamar, dua kamar two bed room suite. Di tambah 141 kamar baru, khusus di lantai 9 tiga kamar deluxe suite dan sebuah kamar presidential suite di lantai 10. Upaya revitalisasi, mencoba memadukan unsur lama dengan bangunan baru yang lengkap dengan segala fasilitas yang mampu menambah keindahan dan daya tarik kota Bandung.
Rencana pemindahan ibu kota Keresidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung (1856), menjadi pemicu berkembanganya dusun Bandung yang kala itu masih kota pegunungan nan mungil (een klein berg kotta). Melihat prospek yang makin menjanjikan! Pasangan C. P. E. Loheyde membangun herberg sederhananya. Menjadi hotel dilengkapi toko bernama thiem, di sudut simpang grootepostweg (persimpangan jalan Asia Afrika dan jalan Tamblong) dengan bangunan bergaya indische empire stijl yang banyak diminati saat itu. Setelah resmi menjadi ibu kota kresidenan Priangan (1867) juga berlakunya undang-undang Agraria baru yang membuka tatar priangan menjadi perkebunan. Kota Bandung menjadi tempat berakhir pekan. Masuk awal abad ke-20, kesulitan keuangan mendera pasangan Loheyde. hotel dan toko Thiem akhirnya berpindah tangan ke pada pasangan W. H. C van Detercom, yang kemudian merubah nama hotelnya menjadi Grand preangger di tahun 1897. dan banyak mengalami kemajuan, apalagi jalur kereta api Batavia-Bandung menuju Surabaya selesai di bangun (1896). Di tambah banyak acara-acara menarik yang di gelar, seperti konferensi, event olahraga, balap kuda, bursa tahunan (Ibloem carso).
dokumen pribadi |
Di tahun 1918, gagasan pemindahan Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung, di terima pemerintahan Kolonial. Sejak saat itu berbondong-bondonglah para pejabat pemerintah sipil dan militer ke Bandung, dan hotel Grand Preangger menjadi tempat penginapan mereka sementara. Akibatnya pengelola hotel merasa kewalahan, karena banyak tamu yang tidak tertampung. Untuk mencukupi kamar hotelnya Van Detercom meminta arsitek Prof. wolf Schoemaker, untuk memodernisasi bangunan hotel yang masih bergaya Indische Empire Stijl. Tahun 1929, seluruh komplek bangunan Grand Hotel Preanger selesai di bangun dengan arsitektur fungsional bermotif art deco tahun 20-an, yang menjadi landmark kota Bandung tempo itu. Disinilah terpahat karya besar Soekarno (Presiden RI I) yang menjadi asisten Prof. Scoemaker, gurunya di Technische Hoogeschool.
Grand hotel Preanger pun menjadi persinggahan tamu terkemuka (VIP) dari kalangan kepala Negara hingga pesohor dunia. Seperti raja dan ratu dari Siam, pasangan putra mahkota kerajaan Belgia, Sultan Solo Mangkunegaraan, Gubernur Jenderal Indo China dan banyak kepala Negara lainnya.
Menjelang pecahnya PD II, suasana perang telah terasa di kawasan Eropa maupun Timur jauh,. Sebuah pasukan pimpinan Admiral lord Mounbatten di tempatkan di belakang kompleks Grand Hotel Preanger sekaligus berfungsi sebagai instalasi komunikasi militer yang sensitif lengkap dengan jaringan kamuplase hijaunya. Sekeliling hotel pun dilindungi kubu pertahanan berupa tumpukan karung pasir.
Pasukan sekutu menyerah pada Jepang, pada tanggal 10 Maret 1942 di Kalijati Subang. Tiga setengah tahun masa pendudukan Jepang, tentara sekutu kembali menduduki Indonesia. Hotel ini dijadikan markas tentara sekutu dan sering menjadi sasaran pertempuran, karena itu banyak mengalami kerusakan. Setahun setelah peristiwa “Bandung Lautan Api” semua bangunan yang rusak telah di perbaiki, sehingga saat penyerahan kedaulatan RI pada bulan Desember 1949, kota Bandung dalam keadaan baik dan utuh.
Tahun 1954, Bandung tengah sibuk menyiapkan KAA, dan Bung Karno menginap dalam rangka memeriksa kesiapan KAA, sekaligus ajang nostalgia. Di hotel inilah menginap para pimpinan Timur Tengah, seperti Presiden Mesir, Gamal Abdul Naser dan raja Faisal dari Arab Saudi. Selain KAA di hotel ini pernah berlangsung Konferensi Internasional, seperti : Konferensi pabrik gula (1896), Konferensi Kina (1910-1930), Kongres Serikat Islam (1916), Konferensi Tehinternasional (1924), Fourth Pacipik Science Congress (1929), KAA (1955) dan Konferensi Islam Asia-Afrika I (1965).
Tahun 1987, Grand Hotel Preanger diambil alih PT Aerowisata dan merevitalisasi hotel, dengan merenovasi 48 kamar executive menjadi 46 kamar, dua kamar two bed room suite. Di tambah 141 kamar baru, khusus di lantai 9 tiga kamar deluxe suite dan sebuah kamar presidential suite di lantai 10. Upaya revitalisasi, mencoba memadukan unsur lama dengan bangunan baru yang lengkap dengan segala fasilitas yang mampu menambah keindahan dan daya tarik kota Bandung.
0 Response to "GRAND HOTEL PREANGER"
Posting Komentar
hallo agan, silahkan berkometar secara bijak dan santun